Sebelum membaca tulisan ini, coba pejamkan mata kamu. Fokus dan dengarkan suara yang ada di sekitar kamu. Apa yang kamu dengarkan? Suara air yang mengucur dari selang. Derap langkah kaki. Panggilan Ayahmu. Bunyi notifikasi handphone. Sirine ambulans. Bunyi kompor yang dinyalakan dari dapur. Ketukan kayu tukang bakso di depan rumah.
Walaupun semuanya terkesan random dan muncul dari berbagai macam hal, sebenarnya, suara yang kamu dengar berasal dari satu hal yang sama: getaran.
Ya, sebenarnya, bunyi yang kita dengar adalah gelombang longitudinal yang membawa energi yang dihasilkan oleh suatu getaran.
awal mula bunyi
Awal mula bunyi (Sumber: design Squad Global via Youtube)

Tiang yang dipukul menggunakan palu, misalnya. Ketika kita memukulkan palu ke sebuah besi, besi itu akan menghasilkan getaran yang sangat cepat. Saking cepatnya, mata kita tidak sanggup melihatnya. Getaran ini pada akhirnya berubah menjadi gelombang yang mengalir lewat udara (medium) dan, pada akhirnya, sampai ke gendang telinga kita. Baru deh, dari sana, otak menerima rangsangan dan mengenalnya sebagai bunyi.
cara-bunyi-sampai-ke-otak
Perjalanan gelombang bunyi sampai ke otak (Sumber: Scishow Kids via Youtube)

Sekarang kamu sudah tahu, kan, bagaimana bunyi yang ada di sekitar kita bisa sampai diterjemahkan oleh otak. Tetapi, tidak semua makhluk hidup kayak gini ya. Ada beberapa hewan yang merasakan getaran itu bukan lewat daun telinga. Ular dan semut, misalnya.
Lalu bagaimana sih bunyi itu bisa muncul? Bagaimana, dalam ilmu fisika, segala sesuatu itu disebut sebagai bunyi? Untuk menjawabnya, kita punya 3 syarat terjadinya bunyi:
syarat terjadinya bunyi
Sumber Bunyi
Tentu, seperti ketika kamu memejamkan mata tadi, bunyi yang kamu dengar pasti bersumber dari suatu hal. Bisa dari ketukan kayu, pita suara orang lain, dentingan bel, langkah kaki, dan banyak lagi. Semua benda tadi bergetar, makanya menghasilkan bunyi. Jadi, kalau dipikir-pikir, pepatah yang mengatakan “Tong kosong nyaring bunyinya” itu aneh ya?
Kok aneh?
Berlandaskan syarat terjadinya bunyi ini, harusnya tong itu nggak berbunyi dong.

Ya, dia kan cuman tong kosong aja. Dia tong. Dan dia… kosong. Salahnya di mana? Kok bisa nyaring bunyinya? Kecuali, kalau tong itu dipukul. Baru deh menghasilkan getaran dan bunyinya terdengar nyaring. Apalagi kalau mukulnya di dekat gendang telinga teman kita. Nyaring banget pasti.

Medium Perantara
Seperti yang udah ditulis di awal, gelombang ini membutuhkan medium untuk bisa merambat sampai ke telinga kita. Bisa dengan udara, air, maupun gas. Makanya, di luar angkasa kita tidak bisa mendengarkan apa-apa. Soalnya, kan, di luar angkasa hampa udara.
sifat medium bunyi
Penerima Bunyi
Ini jelas dong. Untuk dapat “merasakan” bunyi, perlu ada objek yang menjadi penerima. Maksudnya gimana tuh? Ya, maksudnya, harus ada orang di sekitar bunyi itu. Begini contohnya. Kamu sedang membaca tulisan ini, lalu di tengah-tengah membaca, kamu teriak, ‘AKU GANTENG ABIS!’
Di dalam ilmu fisika, bunyi yang kamu keluarkan baru dapat dianggap ada, apabila ada orang lain yang mendengarkan suara teriakan kamu. Kalau kamu di rumah sendirian, mau teriak kayak apa juga orang lain tidak menganggap kamu mengeluarkan bunyi. Maka, suara kamu, tidak dianggap berbunyi.
Contoh lain, deh. Misalnya, kamu menonton acara lawak di televisi. Di sebuah adegan, Sule memanggil Pak Haji Bolot.
‘Pak Haji, bantuin saya bikin kopi dong!’
‘Apa?’
‘Bantuin bikin kopi!’
‘Ha?’
‘BIKIN KOPI!’
‘Gimana?’
‘KOPI!’
‘Le… Ane mau bikin kopi nih. Ikut gak?’
‘AUK AH!’
penerima bunyi tidak ada
Pada kasus di atas, ucapan Sule yang tidak terdengar oleh Pak Haji Bolot itu tidak dianggap ada karena Pak Haji Bolot tidak mendengarnya.
Sumber: https://blog.ruangguru.com
 
Top